Cerpen: Senyum Yang Menemani Jiwa
Senyum yang Menemani Jiwa
Embun pagi merayapi kelopak mawar di taman terlarang. Di sanalah, Bai Lianhua berdiri. Gaun sutra putihnya berkibar lembut, selaras dengan senyum yang menghiasi wajahnya yang bagai porselen. Senyum yang menipu, yang menyembunyikan luka menganga di hatinya. Ia adalah 'putri mahkota' palsu, hasil konspirasi keji yang merenggut identitas aslinya.
Di sisi lain kota, tersembunyi dalam bayangan dojo kumuh, hidup Shangguan Yun. Mata elangnya memendam amarah yang membara, api dendam yang tak kunjung padam. Ia mencari kebenaran tentang masa lalunya, tentang keluarga yang dibantai habis-habisan, tentang identitasnya yang dirampas. Dan jejak-jejak itu, membawanya tepat ke arah Bai Lianhua.
Pertemuan mereka bagai dua sungai yang bertemu di muara. Awalnya, hanya percikan api kecil. Shangguan Yun mendekati Bai Lianhua dengan topeng kepolosan, menyamar sebagai murid baru di istana. Ia mempelajari gerak-geriknya, menganalisis setiap kata yang terucap, mencari celah dalam kebohongan yang ia yakini ada di sana.
Bai Lianhua, terperangkap dalam sangkar emas kepalsuan, menemukan secercah harapan dalam diri Shangguan Yun. Ia melihat ketulusan di matanya, kepolosan yang menawannya. Ia menceritakan mimpi-mimpinya, rasa takutnya, kelelahannya berpura-pura. Tanpa ia sadari, setiap kata yang terucap adalah pisau yang mengasah pedang dendam Shangguan Yun.
Konflik memuncak ketika Shangguan Yun menemukan bukti tak terbantahkan tentang kejahatan Bai Lianhua dan keluarganya (keluarga angkatnya, tentu saja). Rasa sakitnya menghancurkan. Ia mencintai Bai Lianhua yang sebenarnya, bukan Bai Lianhua sang putri palsu. Kebenaran itu menghantamnya bagai badai, merobek hatinya menjadi kepingan-kepingan.
"Kau…kau tahu?" tanya Bai Lianhua, matanya berkaca-kaca. Malam itu, di bawah rembulan yang pucat, Shangguan Yun mengungkap segalanya.
"Aku tahu. Aku tahu kau bukan orang yang bersalah. Tapi kau…kau adalah bagian dari kebohongan ini. Dan kebohongan ini…menghancurkanku."
Shangguan Yun pergi. Bai Lianhua ditinggalkan sendirian, diliputi penyesalan dan rasa bersalah. Ia tahu, ia harus menebus dosanya.
Balas dendam Shangguan Yun tidak berdarah-darah. Ia tidak membunuh Bai Lianhua. Ia hanya mengungkap kebenaran. Ia membongkar konspirasi di balik layar, menyeret keluarga angkat Bai Lianhua ke pengadilan keadilan. Bai Lianhua, dengan senyum yang lebih pahit dari empedu, bersaksi melawan mereka. Ia mengakui segala kebohongannya, menyerahkan diri pada hukuman.
Di hari eksekusi, Shangguan Yun berdiri di antara kerumunan. Ia menatap Bai Lianhua, yang tersenyum padanya. Senyum yang tenang, namun menyimpan perpisahan abadi. Senyum yang menusuk hatinya lebih dalam dari pedang.
Bai Lianhua tidak dihukum mati. Ia diasingkan, dikirim ke biara terpencil di pegunungan. Shangguan Yun tahu, hukuman itu lebih berat dari kematian. Ia telah merenggut segala yang berharga dari Bai Lianhua, termasuk dirinya sendiri.
Beberapa tahun kemudian, Shangguan Yun, yang telah menjadi pemimpin yang dihormati, menerima surat dari biara. Surat itu hanya berisi satu kalimat: "Mawarku telah mekar kembali, tapi akarnya…masih berdarah."
Apakah kebenaran benar-benar membebaskan, atau hanya meninggalkan luka yang tak pernah sembuh?
You Might Also Like: 0895403292432 Skincare Viral Di Tiktok